Sejarah Kerajaan Banten
Sejarah Kerajaan Banten - Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Sejarah Kerajaan Islam ini bermula dari berkembangnya ajaran islam di Banten. Perkembangan ajaran islam ini tidak lepas dari ajaran yang disebarkan oleh Fatahillah.
Fatahillah adalah menantu dari Sunan Gunung Jati. Ia kemudian menguasai seluruh pantai utara. Sunda Kalapa sebagai kota pelabuhan Kerajaan Pajajaran dijadikan bagian dari Banten pada tahun 1527. Namanya kemudian diganti menjadi Jayakarta. Daerah Cirebon diperintah oleh Pangeran Pasarean, anak Fatahillah. Pangeran Pasarean meninggal pada tahun 1552, dan Fatahillah yang menggantikannya. Daerah Banten ia serahkan kepada anaknya yang lain, Hasanuddin.
Di Cirebon, Fatahillah lebih memusatkan perhatiannya dalam bidang keagamaan. Ia meninggal pada tahun 1570. Sementara itu, Banten di bawah pemerintahan Hasanuddin berkembang menjadi kerajaan yang kuat. Ia tidak menghiraukan lagi Kerajaan Demak sejak sekitar tahun 1550. Bahkan, Banten memutuskan hubungannya dengan Demak pada tahun 1568. Hasanuddin merupakan raja Banten pertama. Daerah kekuasaannya diperluas hingga Lampung. Ia menguasai perdagangan lada di daerah itu. Hasanuddin meninggal pada tahun 1570 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Panembahan Yusup.
Panembahan Yusup memperluas daerahnya dengan melenyapkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579. Ia meninggal pada tahun 1580. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Muhammad yang saat itu baru berusia 9 tahun. Dalam pemerintahannya Maulana Muhammad didampingi oleh seorang mangkubumi. Palembang diserang pada tahun 1596. Penguasa Palembang, Ki Gede ing Suro, adalah seorang penyebar agama Islam keturunan Surabaya. Ia adalah pendiri kesultanan Palembang dan sangat setia kepada Mataram. Palem bang mengalami kemajuan sehingga menjadi saingan Banten Pada masa pemerin-tahannya (1 572 -1 627). Maulana Muhammad terbunuh saat penyerangan ke Palembang. Orang Belanda datang di pelabuhan Banten untuk berdagang dalam tahun 1596.
Meninggalnya Maulana Muhammad menimbulkan perselisihan. Putera mahkota, Abdulmufakhir, baru berumur 5 bulan, sehingga pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi. Perwalian inilah yang menimbulkan perselisihan. Perselisihan baru reda setelah Pangeran Ranamenggala dengan kekerasan mengatur pemerintahan. Pemerintahan terus berlangsung meskipun raja telah dewasa. Pangeran Ranamenggala meninggal tahun 1624 .
Sejak masa pemerintahan Sultan Abdulmufakhir Kerajaan Banten mulai mundur, ditambah lagi dengan semakin kuatnya kedudukan Belanda di Batavia. Penggantinya adalah Sultan Ageng Tirtayasa (1651 --1682 ). Ia sangat tegas dalam menghadapi orang Belanda, dan melindung orang-orang yang lari dari Batavia dan beragama lslam. Di antaranya ialah Cardeel seorang Belanda beragama Islam.
Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan Sultan Ageng untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda di Banten, seperti benteng Kota Inten, bangunan madrasah di samping Masjid Banten, dan pesanggrahan Tirtayasa. Atasjasanya, Cardeel kemudian diangkat menjadi pangeran dengan nama Wiranagara.
Selama pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa tiga kali berperang melawan Belanda. Pada waktu Belanda sedang sibuk melawan Trunojoyo, Tirtayasa juga sedang berselisih dengan anaknya yang bernama Sultan Haji yang cenderung memihak Belanda.
Dalam perselisihan itu Sultan Haji terdesak dan minta bantuan Belanda. Belanda mau membantu setelah Sultan Haji mau menandatangani perjanjian yang merugikan Banten sebagai negara merdeka. Tirtayasa terdesak dan melarikan diri ke pedalaman pada tahun 1683, tetapi akhirnya tertangkap. Ia ditawan di Batavia dan meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji diangkat sebagai raja oleh Belanda.
Berakhirnya kedaulatan Mataram dan Banten pada akhir abad ke 17 membuat Belanda dapat menguasai Nusantara. Sementara itu, banyak pembesar kerajaan yang tidak mau tunduk begitu saja, Akibatnya, sering timbul kerusuhan, pemberontakan, dan perebutan kekuasaan. Keadaan itu semakin menguntungkan kedudukan Belanda.
Pada tahun 1750 terjadi perebutan kekuasaan. Sultan Arifin, yang memerintah di Banten saat itu, tidak berdaya menghadapi permaisurinya, Fatimah, yang menginginkan tahta Kerajaan Banten untuk kemenakannya. Fatimah dengan bantuan Belanda berhasil menyingkirkan putra Sultan dari permaisuri yang pertama.
Sementara itu, para ulama di bawah pimpinan Kyai Tapa berontak dan mengangkat Ratu Bagus Buang sebagai sultan mereka. Belanda kemudian menentukan nasi Banten. Mahkota diberikan kepada Pangeran Gusti yang dahulu disingkirkan.
Tindakan yang dilakukan Belanda tersebut menyebabkan permusuhan dan peperangan mulai mereda. Namun, Kyai Tapa dan Ratu Bagus tidak mau mengakui keputusan Belanda. Mereka kemudian mengembara ke pedalaman dan pergi dari wilayah Banten.
Demikian penjelasan lengkap tentang Sejarah Kerajaan Banten. Semoga artikel ini bermanfaat dan berguna bagi kalian yang sedang mempelajari Sejarah Indonesia. - pendidikansejarah.com -
Fatahillah adalah menantu dari Sunan Gunung Jati. Ia kemudian menguasai seluruh pantai utara. Sunda Kalapa sebagai kota pelabuhan Kerajaan Pajajaran dijadikan bagian dari Banten pada tahun 1527. Namanya kemudian diganti menjadi Jayakarta. Daerah Cirebon diperintah oleh Pangeran Pasarean, anak Fatahillah. Pangeran Pasarean meninggal pada tahun 1552, dan Fatahillah yang menggantikannya. Daerah Banten ia serahkan kepada anaknya yang lain, Hasanuddin.
peninggalan kerajaan banten |
Di Cirebon, Fatahillah lebih memusatkan perhatiannya dalam bidang keagamaan. Ia meninggal pada tahun 1570. Sementara itu, Banten di bawah pemerintahan Hasanuddin berkembang menjadi kerajaan yang kuat. Ia tidak menghiraukan lagi Kerajaan Demak sejak sekitar tahun 1550. Bahkan, Banten memutuskan hubungannya dengan Demak pada tahun 1568. Hasanuddin merupakan raja Banten pertama. Daerah kekuasaannya diperluas hingga Lampung. Ia menguasai perdagangan lada di daerah itu. Hasanuddin meninggal pada tahun 1570 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Panembahan Yusup.
Panembahan Yusup memperluas daerahnya dengan melenyapkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579. Ia meninggal pada tahun 1580. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Muhammad yang saat itu baru berusia 9 tahun. Dalam pemerintahannya Maulana Muhammad didampingi oleh seorang mangkubumi. Palembang diserang pada tahun 1596. Penguasa Palembang, Ki Gede ing Suro, adalah seorang penyebar agama Islam keturunan Surabaya. Ia adalah pendiri kesultanan Palembang dan sangat setia kepada Mataram. Palem bang mengalami kemajuan sehingga menjadi saingan Banten Pada masa pemerin-tahannya (1 572 -1 627). Maulana Muhammad terbunuh saat penyerangan ke Palembang. Orang Belanda datang di pelabuhan Banten untuk berdagang dalam tahun 1596.
Meninggalnya Maulana Muhammad menimbulkan perselisihan. Putera mahkota, Abdulmufakhir, baru berumur 5 bulan, sehingga pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi. Perwalian inilah yang menimbulkan perselisihan. Perselisihan baru reda setelah Pangeran Ranamenggala dengan kekerasan mengatur pemerintahan. Pemerintahan terus berlangsung meskipun raja telah dewasa. Pangeran Ranamenggala meninggal tahun 1624 .
Sejak masa pemerintahan Sultan Abdulmufakhir Kerajaan Banten mulai mundur, ditambah lagi dengan semakin kuatnya kedudukan Belanda di Batavia. Penggantinya adalah Sultan Ageng Tirtayasa (1651 --1682 ). Ia sangat tegas dalam menghadapi orang Belanda, dan melindung orang-orang yang lari dari Batavia dan beragama lslam. Di antaranya ialah Cardeel seorang Belanda beragama Islam.
Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan Sultan Ageng untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda di Banten, seperti benteng Kota Inten, bangunan madrasah di samping Masjid Banten, dan pesanggrahan Tirtayasa. Atasjasanya, Cardeel kemudian diangkat menjadi pangeran dengan nama Wiranagara.
Selama pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa tiga kali berperang melawan Belanda. Pada waktu Belanda sedang sibuk melawan Trunojoyo, Tirtayasa juga sedang berselisih dengan anaknya yang bernama Sultan Haji yang cenderung memihak Belanda.
Dalam perselisihan itu Sultan Haji terdesak dan minta bantuan Belanda. Belanda mau membantu setelah Sultan Haji mau menandatangani perjanjian yang merugikan Banten sebagai negara merdeka. Tirtayasa terdesak dan melarikan diri ke pedalaman pada tahun 1683, tetapi akhirnya tertangkap. Ia ditawan di Batavia dan meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji diangkat sebagai raja oleh Belanda.
Berakhirnya kedaulatan Mataram dan Banten pada akhir abad ke 17 membuat Belanda dapat menguasai Nusantara. Sementara itu, banyak pembesar kerajaan yang tidak mau tunduk begitu saja, Akibatnya, sering timbul kerusuhan, pemberontakan, dan perebutan kekuasaan. Keadaan itu semakin menguntungkan kedudukan Belanda.
Pada tahun 1750 terjadi perebutan kekuasaan. Sultan Arifin, yang memerintah di Banten saat itu, tidak berdaya menghadapi permaisurinya, Fatimah, yang menginginkan tahta Kerajaan Banten untuk kemenakannya. Fatimah dengan bantuan Belanda berhasil menyingkirkan putra Sultan dari permaisuri yang pertama.
Sementara itu, para ulama di bawah pimpinan Kyai Tapa berontak dan mengangkat Ratu Bagus Buang sebagai sultan mereka. Belanda kemudian menentukan nasi Banten. Mahkota diberikan kepada Pangeran Gusti yang dahulu disingkirkan.
Tindakan yang dilakukan Belanda tersebut menyebabkan permusuhan dan peperangan mulai mereda. Namun, Kyai Tapa dan Ratu Bagus tidak mau mengakui keputusan Belanda. Mereka kemudian mengembara ke pedalaman dan pergi dari wilayah Banten.
Demikian penjelasan lengkap tentang Sejarah Kerajaan Banten. Semoga artikel ini bermanfaat dan berguna bagi kalian yang sedang mempelajari Sejarah Indonesia. - pendidikansejarah.com -
0 Response to "Sejarah Kerajaan Banten"
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar anda. Senang sekali anda sudah berkunjung.